Selasa, 29 November 2016

Pengertian alat musik Trasdisional Demung.

Demung adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.
Dalam satu set gamelan biasanya terdapat 2 demung, keduanya memiliki versi pelog dan slendro. Demung menghasilkan nada dengan oktaf terendah dalam keluarga balungan, dengan ukuran fisik yang lebih besar. Demung memiliki wilahan yang relatif lebih tipis namun lebih lebar daripada wilahan saron, sehingga nada yang dihasilkannya lebih rendah. Tabuh demung biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu, lebih besar dan lebih berat daripada tabuh saron.
Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara demung 1 dan demung 2, menghasilkan jalinan nada yang bervariasi namun mengikuti pola tertentu. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, demung ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, demung ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan. Ketika sedang dalam kondisi imbal, maka ditabuh cepat dan keras.
Dalam memainkan demung, tangan kanan memukul wilahan / lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata dasar: pathet = pencet)




sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Demung

Sejarah alat musik tradisional panting.

Panting (Alat Musik Tradisional Kalimantan Selatan)

Sejarah : Ada di Kalimantan Selatan sejak abad ke 18 dalam bentuk yang sederhana bersamaan dengan berkembagnya sendratari Japin. Pada mulanya berkembang di daerah Rantau Bujur, kecamatan Sungai Pinang  Kabupaten Tapin.
IMG_5213
Bahan dan Bentuk : Bentuk alat musik ini mirip dengan gitar, tapi lebih kecil. Badan panting tersebut dibuat dari kayu seperti kayu rawali, batang  nangka, kayu pulantan dan sebagainya, bagian badannya yang berongga ditutup dengan  kulit atau dengan papan triplek, kemudian diberi tali senar.
Cara Memainkan : Cara membunyikannya dengan dipetrik, disebut memanting.
Pada mulanya  tukang panting atau pamantingan itu bermain hanya ditemani oleh satu orang yang membawakan lagu (disebut biduan).
Dalam perkembangannya, maka permainan musik panting itu dipadukan dengan alat alat musik lainnya seperti babun, rebab atau biola,  agung dan suling bambu.


 sumber: https://kamilauintan.wordpress.com/2014/03/09/musik-panting-alat-musik-tradisional-kalimantan-selatan/

Pengertian alat musik kuriding.

 kuriding adalah alat musik tradisional asli buatan nenek moyang suku Banjar, Kalimantan Selatan. Kuriding bisa terbuat dari pelepah enau, bambu ataupun kayu dengan bentuk kecil, dan memiliki alat getar (tali) serta tali penarik. Dimainkan dengan cara ditempelkan di bibir sambil menarik gagang tali getar yang akan menghasilkan bunyi. Dengan ritme tertentu, bunyi yang dihasilkan akan terdengar sangat indah dan merdu.[1].

Asal usul

menurut cerita masyarakat suku Banjar kuriding adalah milik seekor macan di hutan Kalimantan Selatan. Suatu ketika, sang macan meminta anaknya untuk memainkan kuriding. Namun, sang anak justru mati karena tenggorokannya tertusuk kuriding. Akibatnya sang macan mewanti-wanti agar anak keturunannya tidak lagi memainkan kuriding. Dalam perkembangannya, mitos ini menjadi dasar mitos masyarakat Banjar membunyikan kuriding, yakni sebagai alat ampuh untuk mengusir macan. Mereka juga menggantungkan atau meletakkannya di atas tempat tidur anak-anak mereka[2][3].

Bentuk

kuriding memiliki bentuk yang kecil dan unik. wujudnya terbagi dalam dua bagian, yitu dalam (tidak rata) dan luar(rata). bagian dalam adalah bagian yang ditempelkan di mulut ketika di bunyikan, dan bagian luar adalah yang menghadap keluar. kuriding terbuat dari pelepah enau, Bambu, ataupun kayu yang berbentuk empat persegi panjang yang kedua ujungnya dibuat bulat. selain untuk memperindah, bentuk bulat pada ujung kurinding juga berfungsi sebagai pengaman agar tidak melukai mulut saat dimainkan. pada badan kurinding terdapat alat getar yakni tali yang terbuat dari serat pohon kayu atau senar. alat getar tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kanan(ilat) dan bagian kirii (butuh). pada ujung kanan dan kiri kurinding juga terdapat lubang untuk meletakan tali (tarikan) yang terhbung dengan alat getar. ketika tali tersebut ditarik, maka alat getar tersebut akan berbunyi, sambil di tempelkan pada mulut. bunyi kuriding akan terasa nyaring saat alat musik tersebut ditarik dengan ritme yang benar[2].

Proses Pembuatan

Proses pembuatan kurinding sangat sederhana. langkah pertama memilih kayu atau bambu yang agak tua agar kuriding kuat dan tidak mudah patah. selanjutnya kayu atau bambu dipotong sepanjang 15-20cm dan dihaluskan dan dibuat ukuran tebal 0,5cm dan lebar 2cm. ukuran ini di anggap tepat berdasarkan turun-temurun untuk menghasilkan kuriding yang enak di pegang dan dimainkan[4]. bagian kuriding selanjutnya dibagi dua, kanan dan kiri. pada bagian kanan dipasang alat getar(ilat) dan bagian kiri di pasang alat getar (butuh). bambu dibagian ini dibuat agak tipis dan terdapat celah-celah kecil selebar 1mm, tujuanya agar bunyi kuriding terdengar nyaring. pada ujung-ujung bambu atau kayu bersebelahan dengan letak alat getar. dibuat lubang selebar 0,5cm dan diikatkan tali yang dibentuk bulat agar memudahkan saat menariknya[2]..

Cara Memainkan

Cara memainkan kuriding cukup mudah, namun untuk mengahasilkan bunyi yang enak didengar memerlukan latihan yang banyak. atas dasar ini, sebagian orang menganggap kuriding sebagai alat musik yang kecil bentuknya tapi sulit dimainkan. sebelum memainkan kuriding hal pertama yang perlu diperhatikan adalah cara memegangnya.yang pertama-tama adalah jari manis tangan kiri dimasukan kedalam lubang tali penarik yang ada di dalam salah satu lubang ujung kuriding, lalu dipintal agar pendek dan lekat. pada ujung ini juga, ibu jari menekan kedalam dan telunjuk menekan keluar. sementara itu pada ujung kuriding yang satunya dipegang tangan kanan yakni dengan mengikatkan jari telunjuk dan jari tengah pada kayu kecil penarik. langkah kedua adalah bagian kuriding yang ditekan dengan ibu jari telunjuk dengan tangan kiri diletakan disebelah kiri mulut. ujung ibu jari tangan kiri tepat disisi mulut sebelah kiri dan kuriding berada diantara bibir atas dan bawah. sementara tangan kanan memegang tali penarik lalu di letakan di bagian kanan wajah hingga sejajar dengan pipi sebelah kanan[5]. setelah kuriding pada posisi tersebut maka untuk membunyikanya dengan cara menarik tali yang dipegang tangan kanan. tali ditarik dengan ritme tertentu(disentak) hingga tali bergetar selanjutna kuriding akan berbunyi[2].




sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kuriding

Sejarah alat musik Tifa.

Sejarah alat musik tradisional tifa dari papua – Tifa adalah alat musik pukul. Alat musik tifa berasal dari daerah maluku dan papua, Tifa mirip seperti gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. tiap suku di maluku dan papuamemiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.
Fungsi alat musik tifa
Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional, seperti Tarian perang, Tarian tradisional asmat,dan Tarian gatsi. rian ini biasanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara-upacara adat maupun acara-acara penting lainnya.

Pengertian alat musik tradisional Tifa




 




Tifa merupakan alat musik khas Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku dan Papua. Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang di lubangi tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas.
Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. Setiap suku di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.
Tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang dan beberapa tarian daerah lainnya seperti tari Lenso dari Maluku yang diiringi juga dengan alat musik totobuang, tarian tradisional suku Asmat dan tari Gatsi.
Alat musik tifa dari Maluku memiliki nama lain, seperti tahito atau tihal yang digunakan di wilayah-wilayah Maluku Tengah. Sedangkan, di pulau Aru, tifa memiliki nama lain yaitu titir. Jenisnya ada yang berbentuk seperti drum dengan tongkat seperti yang digunakan di Masjid . Badan kerangkanya terbuat dari kayu dilapisi rotan sebagai pengikatnya dan bentuknya berbeda-beda berdasarkan daerah asalnya.[1]

Tifa totobuang

Tifa totobuang adalah musik asli yang sama sekali tidak dipengaruhi budaya luar. Musik ini merupakan musik khas warga yang tinggal di wilayah mayoritas Kristen. Dalam beberapa pertunjukan musik ini biasanya disandingkan dengan musik sawat, yang sebaliknya hanya dapat dimainkan oleh orang-orang yang tinggal di wilayah mayoritas Muslim.
Masing-masing alat musik dari Tifa totobuang memiliki fungsi yang berbeda-beda dan saling mendukung satu sama lain hingga melahirkan warna musik yang khas. Namun musik ini didominasi oleh alat musik tifa. Terdiri dari tifa jekir, tifa dasar, tifa potong, tifa jekir potong dan tifa bas ditambah dengan gong berukuran besar dan totobuang, yang merupakan serangkaian gong-gong kecil yang ditaruh pada sebuah meja, dengan beberapa lubang sebagai penyanggahnya.
Sayangnya musik nan indah ini, sekarang sangat jarang kita nikmati. Bahkan dapat dikatakan langkah. Musik ini hanya dapat dipertunjukan pada event-event tertentu. Misalnya acara penyambutan tamu khusus, pertunjukan kesenian daerah Maluku di luar daerah atau di luar negeri serta pada acara-acara adat. Pemainnya pun umumnya merupakan pemain yang diajarkan secara turun-temurun oleh orang tua mereka.[2]





sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Tifa

Fungsiu serunai.

pengertian alat musik tradisional serunai

serunai atau juga disebut puput serunai, adalah nama alat musik tiup yang dikenal di Indonesia sebagai alat musik tradisional masyarakat Minang. Bagian unik dari serunai adalah ujungnya yang mengembang, berfungsi untuk memperbesar volume suara.

Latar belakang

Asal mula serunai atau puput serunai diperkirakan datang dari nama shehnai, alat musik yang berasal dari Lembah Kashmir di dataran India Utara.[1] Alat musik shehnai diduga merupakan perkembangan dari alat musik pungi yang dipakai dalam musik para pemikat ular tradisional India.
Setelah dikenal luas di dataran tinggi Minangkabau (kawasan Sumatera Barat sekarang), serunai menjadi populer sebagai alat musik tiup tradisional Minang. Alat musik ini dikenal merata di Sumatera Barat, terutama di bagian dataran tinggi seperti di daerah Agam, Tanah Datar dan Lima Puluh Kota, dan juga di sepanjang pesisir pantai Sumatera Barat. Alat musik ini sejak lama telah dipopulerkan ke seluruh Indonesia oleh para imigran dari Minang dan juga telah dikenal sebagai alat musik tradisional di Malaysia dan masyarakat Banjar di Kalimantan dengan nama yang sama.

Kegunaan

Puput serunai biasanya dimainkan dalam acara-acara adat yang ramai, seperti upacara perkawinan, penghulu (batagak pangulu dalam bahasa Minang), dan sebagainya. Alat musik ini juga biasa dimainkan dengan bebas, baik perorangan, pada saat memanen padi atau saat bekerja di ladang. Musik serunai juga populer untuk mengiringi pertunjukan pencak silat Minang. Dalam sebuah penampilan, serunai dapat dimainkan secara solo (sendirian) dan dapat digabung dengan alat musik tradisional lainnya, seperti talempong, gendang, dan sebagainya yang menghasilkan perpaduan bunyi dan irama tradisional khas Minang.

Desain dan pembuatan

Bahan untuk membuat sebuah puput serunai tradisional Minang terdiri dari batang padi, kayu atau bambu, tanduk kerbau atau daun kelapa.
Bagian penata bunyi serunai terbuat dari kayu capo ringkik atau dari bambu talang yang ukurannya sebesar ibu jari tangan. Capo ringkik adalah sejenis tanaman perdu yang mempunyai lapisan kayu keras namun mempunyai bagian dalam yang lunak, sehingga mudah untuk dilubangi. Kayu yang panjangnya 20 cm tersebut diberi 4 lubang yang berselisih jarak 2,5 cm, yang berfungsi memberi beda tinggi rendah nada. Nada yang lazim pada alat musik tradisional Minang termasuk puput serunai adalah nada pentatonis "do-re-mi-fa-sol".
Puput adalah bagian yang ditiup pada alat musik serunai, biasa terbuat dari kayu, bambu talang, atau batang padi tua. Bagian ini disambungkan oleh bagian penyambung yang berfungsi sebagai pangkal puput tersebut. Panjangnya sekitar 5 cm dan terbuat dari kayu keras. Penyambung ini dilubangi untuk saluran udara tiup, yang bersambungan dengan poros badan dan poros corong. Di bagian belakang, bagian penyambung ini juga berbentuk corong, dengan diameter 2 cm.
Bagian corong adalah bagian ujung serunai yang dibentuk membesar seperti ujung akhir alat musik trompet. Fungsi bagian ini adalah untuk memperkeras atau memperbesar volume suara. Bagian ini biasanya terbuat dari kayu, terutama kayu gabus, dari tanduk kerbau yang secara alamiah telah berbentuk lancip mengembang, ataupun dari daun kelapa yang dililitkan. Panjangnya sekitar 10 sampai 12 cm, dengan garis tengah 6 cm di bagian yang mengembang.
Dalam pembuatan serunai terdapat spesifikasi yang bervarisi di tiap daerah. Bahkan ada jenis serunai yang pengaturan nadanya dilakukan dengan cara menutup dan membuka permukaan bagian corong.



sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Serunai

asal usul atau sejarah alat tradisional kendang.

    Asal usul kendangg
Gendang merupakan alat musik tradisional yang dimain dengan cara dipukul seperti halnya perkusi. Gendang terbuat dari kayu dengan selaput (membran), dan gendang juga dibagi beberapa bagian, gendang kecil disebut rebana, gendang sedang dan besar disebut redap. Untuk membunyikan gendang, cukup menggunakan tangan ataupun alat pemukul gendang.
Dalam sejarah alat musik gendang, alat musik gendang telah dikenal di Jawa sejak pertengahan abad ke-9 Masehi dengan banyak nama seperti padahi, pataha, murawaatau muraba, mrdangga, mrdala, muraja, panawa, kahala, damaru dan kendang.
Penyebutan gendang dengan berbagai nama dalam sejarah alat musik gendang menunjukan adanya berbagai macam bentuk, ukuran juga bahan yang digunakan. Seperti gendang berukuran kecil yang ditemukan dalam arca yang dilukiskan sedang dipegang oleh Dewa, gendang tersebut dikenal Damaru. Dalamrelief-relief candi dapat dilihat bukti keberadaan dan keanekaragaman gendang. Seperti di Candi Borobudur, dilukiskan bermacam-macam bentuk gendang, silndris langsing, bentuk tong asimetris, dan bentuk kerucut. Kemudian dalam sejarah alat musik gendang juga ditemukan dalam candi-candi yang lainnya seperti di Candi Siwa di Prambanan, Candi Tegawangi dan juga Candi Panataran.
Sejarah alat musik gendang berlanjut, Jaap Kunst menyatakan ada kesamaan antara sumber tertulis di Jawa Kuno dengan sumber tertulis di India. Dan hal inimembuktikan bahwa telah terjadi kontak budaya antara keduanya dalam bidang seni. Namun,dalam sejarah alat musik gendang, tidak dapat disimpulkan bahwa gendang Jawa mempunyai pengaruh dari India. Ini karena jenis alat musik membranofon ini diperkirakan sudah ada sebelum adanya kontak budaya dengan India. Seperti di zaman Perunggu telah dikenal adanya “Moko” dan “Nekara”, dan Nekara di zaman tersebut digunakan sebagai genderang.
Sejarah alat musik gendang berlanjut, ada jenis alat musik lain yang bunyinya berasal dari selaput kulit, seperti “Bedug” dan “Trebang”. Istilah bedug dapat dijumpai dalam kitab yang lebih muda yaitu “Kidung Malat”. Dalam Kakawin Hariwangsa, Ghatotkacasraya dan Kidung Harsawijaya, instrumen tersebut dikenal dengan istilah “Tipakan”. Tidak hanya itu, ada juga yang dikenal dengan istilah “Tabang-tabang” dalam kitab Ghatotkacasraya dan kitab Sumanasantaka, yang kemungkinan berkembang menjadi Tribang.
Dalam sejarah alat musik gendang, dilihat dari ukurangnya gendang dibagi menjadi beberapa jenis. Ada gendang atau kendang yang berukuran kecil disebut dengan “Ketipung”, lalu ada gendang atau kendang yang berukuran sedang disebut dengan kendang “Ciblon” atau “Kebar”. Sedangkan gendang atau kendang yang berukuran besar, yang merupakan pasangan dari ketipung, dinamakan dengan kendang gedhe atau biasa disebut dengan “kendang kalih”. Dalam sejarah alat musik gendang, terdapat gendang atau kendang yang khusus digunakan untuk pewayangan yaitu “Kendang Kosek”.
Untuk para pemain musik gamelan yang profesional, gendang atau kendang merupakan alat musik yang dimainkan dengan menggunakan naluri, sehingga apabila kita mendengarkan pemain gendang tersebut memainkan gendang, ada perbedaan nuansa bunyi, dan itu semua tergantung kepada orang yang memainkannya.
Yang pertama kali menemukan Gendang
Bagaimana kisah lahirnya kendang/drum? Manusia di peradaban awal memiliki kebiasaan memukul-mukul benda sekitarnya untuk mengekspresikan kegembiraan, misalnya saat berhasil menangkap binatang buruan.
Dalam ekskavasi di berbagai wilayah di dunia ditemukan kendang/drum tertua dari masa neolitikum. Misalnya, yang di Moravia diduga dari tahun 6000 SM. Bentuknya amat sederhana berupa sepotong batang kayu berongga yang ujungnya ditutup kulit reptil atau ikan. Alat itu dibunyikan dengan cara ditepuk.
Pada masa peradaban berikutnya, muncul kendang/drum kayu dengan kulit binatang. Stik pukul pun mulai dipakai. Ini ditunjukkan oleh artefak dari Mesir kuno (4000 SM).
Tahun 3000 SM dikenal frame drum raksasa di kalangan bangsa Sumeria kuno dan Mesopotamia. Selanjutnya, drum “menggelinding” ke Afrika dan Yunani sekitar tahun 2000 SM. Drum serupa jam pasir tampak pada relief Bharhut, relief candi India tertua, dari abad 2 SM. Pada masa bersamaan drum muncul di Romawi. Bahakan Romawilah yang pertama kali menggunakan drum sebagai pengobar semangat pasukan perang.
Tahun 600-an Persia mengenal genderang pendek dari tanah liat. Lalu genderang itu mulai dibuat dari logam, terkadang kayu. Genderang itu pun menyebar ke Eropa, Afrika, dan Asia. Karena dibuat dari tembaga dan berbentuk ketel sup, namanya pun jadi kettle drum atau timpani.
Abad XIII timpani menunjukkan peran penting dalam musik Eropa. Karena bunyi gemuruhnya bak geledek, sekitar dua abad kemudian bangsa Inggris juga memanfaatkan timpani di bidang ketentaraan. Gunanya sebagai penanda waktu, aba-aba serangan, dan membuat musuh grogi.
Saat menjelajah dunia tahun 1500 bangsa Eropa membawa drum ke Amerika. Maka, cara pakai bangsa Inggris pun menyebar. Tak ayal tahun 1800-an pasukan militer di berbagai negara mulai mempelajari dan menggunakan drum dalam pasukan. Malah ada terobosan baru berupa parade musik pasukan drum bandtahun 1813 di Rusia. Itulah salah satu tonggak munculnya drum band.
Keinginan memperkaya musik drum sudah ada sejak 1550. Namun, baru tahun 1935 para pencinta musik di AS mewujudkannya. Drum pun tak lagi muncul tunggal. Seperangkat drum biasanya terdiri atas genderang bas, genderang senar, genderang tenor, dan simbal. Malah tahun 1970-an muncul drum listrik, yang kualitas bunyinya tak beda dengan gendang, timpani, atau drum akustik.
Fungsi alat musik gendang
Fungsi gendang yaitu sebagai penentu tempo pada musik untuk mengiringi tarian atau silat, gendang juga dipakai untuk mengiringi arak-arakan penganten, upacara menyambut tamu, bahkan gendang juga digunakan sebagai alat musik utama dalam proses rekaman lagu dangdut selain suling.
Jenis-jenis gendang
  • Kendang yang kecil disebut ketipung
  • Kendang sedang disebut kendang ciblon/kebar.
  • Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih.
  • Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi.
  • Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran, ladrang irama tanggung. Untuk wayangan ada satu lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.
Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang denga orang lain maka akan berbeda nuansanya.
Bahan dan Pembuatan gendang
Kendang yang baik biasanya terbuat dari bahan kayu nangka, kelapa atau cempedak. Bagian sisinya dilapisi kulit kerbau dan kambing. Kulit kerbau sering digunakan untuk bam (permukaan bagian yang memancarkan ketukan bernada rendah) sedangkan kulit kambing digunakan untuk chang (permukaan luar yang memancarkan ketukan bernada tinggi).
Terdapat tali pengikat kulit yang berbentuk “Y” atau tali rotan. Tali tersebut dapat dikencangkan atau dikendurkan untuk mengubah nada dasar. Untuk menaikkan nada suara dapat mengencangkan tarikan kulitnya.
 
 
 
sumber: http://budayacenters.blogspot.co.id/2016/01/asal-usul-dan-perkembangan-alat-musik.html

Pengertian alat musik tradisional kendang.


                                    
kendang adalah instrumen dalam gamelan Jawa Tengah dan Jawa Barat yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu. Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk wayangan ada satu lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.
Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang dengan orang lain maka akan berbeda nuansanya.





sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kendang

Senin, 28 November 2016

Langkah awal pengembangan alat musik tradisional talempong .

Alat musik talempong terdiri dari 3 (tiga) kata yang memiliki arti dan makna masing-masingnya. Alat dalam hal ini dimaknai suatu benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu; perkakas, perabot, yang dipakai untuk mencapai maksud.[1] Kata Musik diartikan sebagai ilmu atau seni menyusun nada atau suara di urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan. Nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyian).[2] Dari sudut memainkannya secara umum dikenal alat musik tiup , alat musik pukul,  alat musik petik alat musik gesek. Kemudian Talempong adalah alat musik pukul tradisional khas Minangkabau. Alat musik talempong ini bernada diatonis (do, ro mi, fa, so, la, si, do).[3] Bentuk talempong hampir sama dengan instrumen bonang dalam perangkat gamelan.
Talempong berbentuk lingkaran dengan diameter 15 sampai 17,5 centimeter, pada bagian bawahnya berlubang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai sasaran dipukul. Talempong memiliki nada yang berbeda-beda. Bunyinya dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.[4]
Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tarian pertunjukan atau penyambutan, seperti Tari Piring yang khas, Tari Pasambahan, dan Tari Gelombang. Talempong juga digunakan untuk melantunkan musik menyambut tamu istimewa. Untuk memainkannya butuh kejelian dimulai dengan tangga nada do dan diakhiri dengan si dengan akord  serupa dengan memainkan piano.[5]
Talempong terbuat dari bahan kuningan sebagaimana beredar dan digunakan secara umum ditengah masyarakat kesenian. Namun ada pula talempong terbuat dari kayu dan batuTidak lazim dan terbilang langka memang, talempong dibuat dari sejenis bebatuan dengan jumlah jumlah 6 (enam) buah seperti halnya yang terdapat  di 38 Km arah utara kota Payakumbuh dan 47 Km dari Sarilamak kabupaten 50 Kota. Talempong berbahan batu ini menurut masyarakat sudah sudah ada sejak dahulunya.[6]
Sawahlunto memberikan daftar inventaris jenis talempong dengan bahan bambu, yang lebih dikenal dengan talempong batuang. Sepertinya hal talempong batu di Payakumbuh dan 50 kota yang unik. Talempong batuang yang terdapat di Sawahlunto juga merupakan jenis talempong yang unik dan cukup langka keberadaannya ditengah masyarakat. Sejauh data lapangan yang diperoleh, saat ini hanya 1 (satu) orang atau keluarga yang menekuni pembuatan sampai memainkan alat musik yang disebut talempong batuang ini.
Bahkan bapak Umar dimasa lalu menyandingkan talempong batuang dengan tradisi dan kesenian marunguih di nagari Silungkang Kota Sawahlunto. Tradisi dan kesenian marunguih sendiri beberapa puluh tahun belakangan pun akhirnya tenggalam dan hilang ditengah masyarakat Silungkang. Hingga saat sekarang marunguih kembali hanya bisa dilakoni oleh bapak Umar dalam bentuk kesenian. Marunguih sendiri menurut cerita masyarakat adalah tradisi maratok Silungkang tuo.
Kembali ke persoalan talempong batuang. Sebagai bagian dari kesenian, alat musik talempong batuang yang terdapat di Sawahlunto sudah berada di ambang kepunahan. Indikasi nyata adalah minimnya sumber daya yang mampu membuat, memiliki, memainkan talempong batuang saat sekarang. Persoalan lain barangkali karena alat musik talempong batuang itu sendiri tidak memiliki nada standar sebagaimana dikenal umum dengan nada diatonis (do, re, mi, fa, so, la, si, do). Talempong batuang diketahui hanya memiliki nada tradisi dengan jumlah 5 (do, re, mi, fa, so) sampai 6 (do, re, mi, fa, so, la) nada saja. Hal itu tentu tidak lazim dalam pengetahuan umum sekarang. Sehingga diperlukan pengetahuan dan kemampuan khusus agar dapat memainkannya.

Pengkajian dan Organologi Akustika:
Langkah Awal Pengembangan Talempong Batuang Sawahlunto

Pak Umar sedang memproses bambu
untuk membuat Talempong Batuang
Berangkat dari kondisi itu pula, mengingat potensi, kelangkaan dan keunikan talempong batuang. Diperlukan kiranya sebuah upaya untuk melestarikan, memperkenalkan, memasyarakat talempong batuang. Sebagai salah satu upaya,  yang dilakukan adalah melakukan Pengkajian dan Organologi Akustika. Langkah kerjasama ini ditempuh antara seniman, pemerintah, tenaga profesional dari kalangan akeademisi perguruan tinggi terkait, pemerhati seni dan budaya. Melalui hasil kajian ini diharapkan talempong batuang dapat di standarisasi nada  sehingga mencapai nada (do, re, mi, fa, so, la, si, do) sebagaimana banyak dipahami saat sekarang.
Dengan demikian eksistensi talempong batuang tetap terjaga, juga dapat memberikan warna bagi perkembangan musik tradisional Sawahlunto. Harapannya adalah talempong batuang sejajar dengan musik tradisional lainnya. Mudah, dipahami, dipelajari, dimainkan dan bisa disandingkan dengan alat musik lainnya (kolaborasi). Lebih jauh tentu talempong batuang dapat berkontribusi dalam konteks kesenian dalam ilmu pengetahuan dan kepariwisataan Sawahlunto.
Sebagai langkah awal, di tahun 2012 Pemerintah Kota Sawahlunto melalui Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sawahlunto bekerjasama dengan tenaga ahli untuk melakukan pengkajian talempong batuang. Sejak Februari 2012 proses kerjasama sudah dimulai. Dengan tidak membuang banyak waktu dan kesempatan ini pada tanggal 29 Februari 2012, tepatnya hari Rabu sekitar pukul 10.00 WIB. Secara bersama-sama tim Bidang Kebudayaan dengan Bapak Drs. Hajizar, M. Sn beserta tim dari Jurusan Karawitan ISI Padangpanjang menjambangi kediaman Bapak Umar Malin Parmato seniman talempong batuang.
Dusun Sungai Cacang di Desa Silungkang Oso Kecamatan Silungkang Kota Sawahlunto, disanalah pak Umar bermukim. Sebuah tempat yang bertengger di ketinggian perbukitan. Keindahan, udara segarnya, suasana alamnya, jangan ditanya ? Anda mesti coba. Daerah ini dikenal juga disebut dengan puncak mikrowave. Untuk mencapainya sedikit memicu adrenalin, jalanan aspal/beton yang melulu mendaki dan menurun, cukup terjal. Persiapankan energi, kondisi kendaraan yang cukup sehat agar  perjalanan tidak terkendala dan mengundang bahaya mesti dipersiapkan.
Kami mesti menyinggahi pak Umar yang akan melaksanakan rapat dikantor desa. Dengan motor tuanya pak Umar meninggalkan kantor Desa, kemudian mengiringi kami menuju kediaman beliau. Setelah mobil yang kami kendarai dipaksa meraung-raung dengan parseneling rendah mendaki bukit-bukit terjal, sekitar pukul 10 WIB kami sampai dirumah sederhana keluarga pak Umar. Lega rasanya melewati tantangan alam, bahagia bertemu hingga sampai ke rumah seniman talempong batuang ini.
Istirahat sejenak setelah memarkirkan kendaraan dihalaman rumah seorang tetangga pak Umar. Pembicaraan dibuka, menindaklanjuti maksud yang telah diutarakan pada hari-hari sebelumnya. Untuk segala efektifitas, kami meminta rangkaian pekerjaan disepakati untuk dimulai saja. Pak Umar pun memahami dan memenuhi permintaan kami. Baju batik warna coklat dengan paduan warna putih untuk rapat dikantor desa pun diganti dengan baju kerja. Itu pertanda proses pengajian untuk organologi akustika talempong batuang yang akan dilakukan bersama tim ahli segera berjalan.
Pak Umar mempersiapkan segala peralatan golok, gergaji, pisau, korek api, sabut kelapa, palu. Langkah awal kami mesti mengikuti pak Umar menuju hutan kecil tempat tumbuh rumpun-rumpun bambu yang jenisnya biasa beliau gunakan untuk pembuatan talempong batuang. Pemilihan jenis dan bagian bambu (batuang) yang digunakan mutlak dilakukan. Karena banyak mempengaruhi bunyi ketahanan fisik talempong batuang nantinya. Semua tahapan proses di dokumentasikan secara visual dan audio visual, demikian juga dengan pencatatan.
Dipaparkan oleh pak Umar, bambu sebaiknya dipilih bambu yang sudah tua. Dengan tanda-tanda daun bambu sedang atau akan gugur bukan setelah gugur. Kalau setelah gugur bambu kembali sama dengan muda karena kandungan air kembali naik. Dan berikutnya bambu tidak diambil dalam masa bulan besar atau terang bulan. Artinya bambu diambil dalam masa bulan gelap antara bulan berumur 20 (setelah purnama) sampai 10 hari (menjelang terang bulan/purnama). Tidak dijelaskan secara ilmiah apa kaitan usia bulan dengan tumbuhan bambu atau lainnya. Hal itu dapat kita pahami karena pak Umar bukanlah ahli ilmu astronomi, perbintangan atau falaq. Pengalaman itu barangkali sudah beliau pelajari secara alamiah dan dari gejala-gejala yang dipahami, ‘alam takambang jadi guru’ ini yang dapat kita pelajari dari beliau.
Dari rumpun bambu, rombongan kembali ke istana talempong batuang pak Umar. Kami siap mengikuti proses selanjutnya. Bambu-bambu dibersihkan dengan dicuci air dan sikat dengan sabut kulit kelapa. Tujuannya tentu miang yang menyebabkan kulit bisa gatal dan perih, kotoran yang menempel hilang. Pertanyaan kami apa tidak perlu bambu dikeringkan dan diawetkan dulu? Tentu ada baiknya bambu perlu pengolahan pengawetan baik secara alamiah dan secara kimiawi agar terhindar gangguan penyebab rusaknya bambu secara fisik dalam waktu singkat. Tapi bagi pak Umar punya filosofi dalam pemilihan jenis dan bagian bambu yang akan dipakai secara alamiah sudah menjawab pertanyaan itu. Kalau mau lebih lagi, sah-sah saja melakukan pengawetan dengan merendam di air mengalir atau lumpur, pengapuran, bahan kimia anti serangga dan sebagainya.
Tapi untuk saat ini, bagi kami yang utama ingin mendapatkan dulu seluruh rangkaian dan proses bagaimana bapak Umar menjadikan bambu alat musik talempong batuang dengan segala pengetahuan, aplikasi dalam bentuk pengerjaan tahap demi tahap. Setelah bambu dikeringkan, kami mengikuti pak Umar memulai pekerjaan membuat talempong batuang. Tangan dan jari-jari tuanya penuh ketelitian menorehkan pisau mencongkel. Kira-kira lebar satu senti meter dengan mahir pak Umar mencongkel sembilu yang membawa sedikit daging bambu hingga menghasilkan strip antara batas ruas ke ruas bambu. Dengan hati dan hati-hati strip tidak boleh terputus, satu persatu strip itu diselesaikan. Bagian pinggir strip yang memiliki sembilu tajam di tumpulkan diraut pisau cutter yang cukup tajam hingga sembilu tumpul tidak lagi dapat melukai saat dipegang atau memainkan. Sementara serat-serat halus yang masih tertinggal, pak Umar membakarnya dengan korek api kayu. Agar strip memiliki ruang jarak dengan badan bambu, pak Umar memasang penyangga dari potong-potongan kecil bambu yang sudah dibentuk sedimikian rupa. Penyangga sekaligus sebagai alat penyetel nada yang dihasilkan. Belum selesai sampai disitu, bambu yang sudah menghasil 5-6 strip itu pada salah satu ujung ruas kemudian akan dibelah hingga sebelum ruas satunya. Membelah setengah ini hanya untuk menghasilkan bunyi yang lebih keras dan baik dengan nada yang diharapkan. Jarak garis belahpun diperhitungkan tidak terlalu mendekati strip bunyi. Juga tidak bisa terlalu jauh ibuhnya. Sebab hal itu sangat mempengaruhi bunyi. Tidak boleh melewati karena akan membuat ruas talempong batuang benar-benar akan terbelah menjadi dua bagian.
Pak Umar Seniman Talempong Batuang
di Sei.Cacang Silungkang Oso Sawahlunto
sedang  memainkan alat musik tradisi
talempong batuang
Semua keterangan, semua proses kerja dicatat, didokumentasikan secara visual dan audiovisual data base untuk pengkajian secara organologi akustika. Dari kajian itu nanti kita mengharapkan lahir berbagai rekomendasi potensi untuk dasar pengembangan talempong batuang sehingga menghasilkan nada setara dengan nada diatonis. Dengan demikian talempong batuang punya alternatif-alternatif untuk dimainkan baik secara tradisi seperti saat adanya sekarang dan setelah pengembangan dengan modifikasi-modifikasi sesuai hasil kajian dan yang direkomendasikannya.
Bukan sekedar bermimpi, kelak talempong batuang tidak lagi tampil solo tapi mampu diperbersandingkan atau berkolaborasi dengan alat musik lainnya dalam sebuah pertunjukan musik atau sebagai musik pengiring. Angklung dapat menjadi pelajaran, bagaimana musik tradisi mampu go internasional dan menjadi warisan yang diakui UNESCO. Setidak-setidaknya talempong batuang dapat menjadi sebuah ansamble segala alat musik dengan bahan-bahan dasar bambu. Dapat kita bayangkan kelak talempong batuang dengan rumpun alat musik bambu seperti saluang, suling, sarunai angklung berkolaborasi juga alat musik bambu lainnya.
Hal itu tentu tidak terjadi dengan sendirinya, atau dengan bapak Umar saja dengan basic tradisinya. Semua komponen mesti berkolaborasi, seniman, pemerintah, ahli, akademisi di perguruan tinggi, baik pun swasta langkah awal menuju musik global talempong batuang itu sedang dimulai. Dukungan dan penuh kepedulian mesti terus mengalir. Tanpa itu semua, keintegrasian segala sumber daya, langkah selanjutnya juga tidak akan berarti banyak. Semua mesti saling mengambil peran. Kolaborasi semua unsur tentu akan menyelaraskan dan menghasilkan simponi dan melodi yang indah untuk sejarah perkembangan dan nilai alat dan musik talempong batuang. Perkembangan dunia pariwisata Sawahlunto sendiri akan terwarnai dengan sendirinya. Menggadangkan segala potensi adalah pekerjaan rumah kita, tanpa melihat besar kecilnya.Wallahu ‘alam.





sumber:http://teraszaman.blogspot.co.id/2012/03/langkah-awal-pengembangan-talempong.html

Pengertian talempong .



                                                                                                 
Talempong adalah sebuah alat musik pukul tradisional khas suku Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan instrumen bonang dalam perangkat gamelan. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat dari kayu dan batu. Saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan.
Talempong berbentuk lingkaran dengan diameter 15 sampai 17,5 sentimeter, pada bagian bawahnya berlubang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat untuk dipukul. Talempong memiliki nada yang berbeda-beda. Bunyinya dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.
Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tarian pertunjukan atau penyambutan, seperti Tari Piring yang khas, Tari Pasambahan, dan Tari Gelombang. Talempong juga digunakan untuk melantunkan musik menyambut tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengan tangga nada do dan diakhiri dengan si.[butuh rujukan] Talempong biasanya dibawakan dengan iringan akordeon, instrumen musik sejenis organ yang didorong dan ditarik dengan kedua tangan pemainnya. Selain akordeon, instrumen seperti saluang, gandang, serunai dan instrumen tradisional Minang lainnya juga umum dimainkan bersama Talempong.
Di Negeri Sembilan, Malaysia, Talempong dikenali dengan nama Caklempong. Negeri Sembilan telah didatangi oleh suku Minangkabau yang bermigrasi dari Sumatera Barat pada abad ke 15 Masehi dan satu-satunya negara bagian di Malaysia yang mengamalkan sistem Lareh Bodi Caniago.



sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Talempong

Cara membuat Saluang.

Cara membuat "Saluang"
1.Anda harus mencari Talang
2.Disaat memotong Talang Bagian atas Talang adalah Bagian bawah Saluang,dan sebaliknya,Bagian      bawah Talang adalah Bagian atas Saluang
3.Ukur besar lingkaran Saluang,itu lah jarak dari bawah Saluang ke lubang nada yang terakhir
4.Jarak lubang nada Saluang yang terakhir,Ke lubang nada yang selanjutnya adalah stengah ukuran        besar Lingkaran Saluang(lubang nada Saluang ada 4 lubang nada)
5.Jarak dari lubang nada Saluang yang pertama ke bagian atas Saluang adalah 4 kali ukuran lingkaran    Saluang (Usahakan untuk melubangi Saluang dengan besar lubang nada Saluang 0,5 cm)
6.Runcing kan bagian atas Saluang sehingga membentuk sudut tumpul,itu biasa disebut dengan             "SUAI"

Cara Bermain "Saluang"
1.Anda harus meniup bagian atas Saluang dengan kepala sedikit miring
2.Usahakan anda tidak menggembungkan Pipi anda
3.Tiup lah dengan lembut dan lurus
4.Jika masih tidak berbunyi,buka lah ke4 lubang nada Saluang

Setelah anda bisa meniup Saluang,sekarang anda perlu mempelajari cara "Manyisiah Angok" (Circular Breathing)/Teknik nafas putar,sehingga para pemain Saluang tidak terputus2 Saat meniup Saluang/Tidak terputus2 saat memainkan Saluang dari awal lagu sampai akhir

Cara "Mayisiah Angok"
1.Anda  Bisa Membuat suara Seperti bunyi Kentut/meniup tangan anda
2.Lakukan itu Selama beberapa kali
3.Setelah Terbiasa,anda lakukan secara bersamaan dengan menghirup nafas
4.Setelah anda bisa,cobakan lah pada Saluang

Tempat menjual alat musik tiup MINANGKABAU DiBukittinggi










sumber:http://hilpendrisilat.blogspot.co.id/2015/06/saluang-minangkabau.html

Pengertian alat tradisional Saluang .

Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatera Barat. Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai[1]. Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tetapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lamang (lemang), salah satu makanan tradisional Minangkabau. dalam mebuat saluang ini kita harus menentukan bagian atas dan bawahnya terlebih dahulu untuk menentukan pembuatan lubang, kalau saluang terbuat dari bambu, bagian atas saluang merupakan bagian bawah ruas bambu. pada bagian atas saluang diserut untu dibuat meruncing sekitar 45 derajat sesuai ketebalan bambu. untuk membuat 4 lubang pada alat musik tradisional saluang ini mulai dari ukuran 2/3 dari panjang bambu, yang diukur dari bagian atas, dan untuk lubang kedua dan seterusnya berjarak setengah lingkaran bambu. untuk besar lubang agar menghasilkan suara yang bagus, haruslah bulat dengan garis tengah 0,5 cm.
Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar.
Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik napas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernapasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahan angok (menyisihkan napas).
Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari memiliki ciri khas tersendiri. Contoh dari ciri khas itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Ciri khas Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Sedangkan, ciri khas yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah Solok.
Dahulu, kabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera itu kira-kira : Aku malapehan pituang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga bunyi saluang ambo, kununlah anak sidang manusia...... dan seterusnya [2].


 



sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Saluang

Minggu, 27 November 2016

sejarah alat musik tradisional sasando.

Sejarah Dan Asal-usul Sasando Rote Alat Musik Tradisional Rote NTT

Alat Musik Sasando Rote dari NTT
Nusa tenggara Timur, tepatnya di Kepulauan Rote ternyata memiliki kesenian tradisional yang khas dan dikenal yaitu Sasando Rote, alat musik tersebut telah dikenal di dunia Internasional, namun karena Minimnya pengetahuan tentang alat musik tersebut, seperti dikutip dari beberapa referensi di Media, mari kita bahas bersama jenis dan asal muasal alat musik tersebut
Sasando merupakan alat musik tradisional dari kebudayaan Rote, Nusa Tenggara Timur. Orang-orang Rote menyebutnya (Sasandu), artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Atau dalam bahasa Kupang sering menyebutnya sasando, alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara memetik dengan jari-jemari tangan. Sasando adalah sebuah alat instrumen musik yang dipetik. Konon sasando telah digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7.
Pada proses pembuatannya bahan utama sasando adalah bambu yang membentuk tabung panjang. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi penyangga atau ganjalan-ganjalan—dalam bahasa rote disebut senda—tempat senar-senar atau dawai direntangkan mengelilingi tabung bambu, bertumpu dari atas kebawah. Senda ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Pada mulanya alat penyetem dawai terbuat dari kayu, yang harus diputar kemudian diketok untuk mengatur nada yang pas. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari anyaman daun lontar yang disebut haik. Haik inilah yang berfungsi sebagai resonansi sasando.



 sumber: https://www.kabarrantau.com/sejarah-dan-asal-usul-sasando-rote-alat-musik-tradisional-rote-ntt/

Fungsi alat musik tradisional sasando.

Fungsi Sasando Alat Musik Tradisional

Fungsi Sasando Alat Musik Tradisional. Asal mula alat Musik ini, menurut para tokoh Adat di Pulau Rote, sudah dikenali sejak Rote menjadi bagian dari daerah kerajaan. Konon, awalnya Adalah ketika seorang pemuda bernama Sangguana terdampar di Pulau Ndana saat pergi melaut. Ia dibawa oleh penduduk menghadap raja di istana. Selama tinggal di istana inilah bakat seni yang dimiliki Sangguana segera diketahui banyak orang hingga sang putri pun terpikat. Ia meminta Sangguana menciptakan alat Musik yang belum pernah ada. Suatu malam, Sangguana bermimpi sedang memainkan suatu alat Musik yang indah bentuk maupun suaranya. Diilhami mimpi tersebut, Sangguana menciptakan alat Musik yang ia beri nama sandu (artinya bergetar). Ketika sedang memainkannya, Sang Putri bertanya lagu apa yang dimainkan, dan Sangguana menjawab, "Sari Sandu". Alat Musik itu pun ia berikan kepada Sang Putri yang kemudian menamakannya Depo Hitu yang artinya sekali dipetik tujuh dawai bergetar. Keindahan bunyi sasando mampu menangkap dan mengekspresikan beraneka macam nuansa dan emosi.

Fungsi Sasando Alat Musik Tradisional

Fungsi Alat Musik Tradisional Sasando

Menurut masyarakat Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, Alat Musik tersebut dikenal sebagai Alat Musik keseharian. Karena itu, dalam masyarakat Nusa Tenggara Timur, sasando Adalah alat Musik pengiring tari, penghibur keluarga saat berduka, menambah keceriaan saat bersukacita, serta sebagai hiburan pribadi. Kini Musik sasando dikenal sebagai alat Musik yang menghasilkan melodi terindah dari Pulau Rote.

Bentuk Alat Musik Tradisional Sasando

Bentuk alat musik sasando mirip dengan alat musik petik lainnya seperti gitar, biola, dan kecapi. Bagian utama alat musik sasando berbentuk tabung panjang yang terbuat dari bambu. Melingkar dari atas ke bawah tabung Adalah ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) direntangkan dan bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Tabung sasando ini diletakkan dalam sebuah wadah setengah melingkar terbuat dari daun pohon gebang (semacam lontar) yang menjadi tempat resonansi sasando. Hingga kini, semua bahan yang dipakai untuk membuat sasando terbuat dari bahan alami, kecuali senar dari kawat halus.

Jenis Alat Musik Tradisional Sasando

Jenis-jenis sasando dibedakan dari jumlah senarnya, yaitu sasando engkel (dengan 28 dawai), sasando dobel (dengan 56 dawai, atau 84 dawai), sasando gong atau sasando haik, dan sasando biola. Karena itu, bunyi sasando sangat bervariasi. Hampir semua jenis Musik bisa dimainkan dengan sasando, seperti Musik tradisional, pop, slow rock, bahkan dangdut. 

Cara Memainkan Alat Musik Sasando 

Teknik atau cara Memainkan alat musik Sasando tidaklah mudah, sebab perlu dibutuhkan harmonisasi perasaan dan teknik sehingga tercipta alunan nada yang merdu. Selain itu juga, diperlukan keterampilan jari jemari untuk memetik dawainya seperti pada alat musik harpa. Akan tetapi, Sasando dimainkan dengan menggunakan dua tangan yang berlawanan. Inilah yang membuatnya unik dan berbeda dibandingkan alat musik tradisional lainnya. senar sasando harus dipetik dengan dua tangan, seperti harpa. Tangan kiri berfungsi memainkan melodi dan bas, sementara tangan kanan memainkan accord. Ini menjadi keunikan sasando karena seseorang dapat menjadi melodi, bass, dan accord sekaligus.




 sumber:http://fungsialat.blogspot.co.id/2016/09/fungsi-sasando-alat-musik-tradisional.html

pengertian alat musik sasando.

Sasando adalah sebuah alat musik dawai yang dimainkan dengan dipetik. Instumen musik ini berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Suara sasando ada miripnya dengan alat musik dawai lainnya seperti gitar, biola, kecapi, dan harpa.
Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando..[1]
















sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Sasando

sejarah alat musik tradisional kolintang.

SEJARAH MUSIK KOLINTANG

Kolintang merupakan nama alat musik gong perunggu abad 17 di Sulawesi Utara, Sumatra dan Filipina Selatan yang tersebar melalui perdagangan antar pulau melalui jalur perdagangan sutra. Pusat perdagangan Internasional adalah Ternate dan Tidore sebagai penghasil rempah-rempah pala dan cengkih. Jalur perdagangan selatan dari pantai Timur India pelabuhan Cambaya, Sumatra Utara, Malaka, pantai Utara pulau Jawa lalu ke Ternate Tidore. Jalur perdagangan Utara dari India ke Malaka, Brunei, Filipina selatan, Sulawesi Utara, lalu ke Ternate dan Tidore.


Kolintang gong kemungkinan telah tiba di Minahasa melalui Ternate dari kerajaan Majapahit (1350-1389) yang armada pelayarannya sudah sampai dikepulauan Sangihe dan Talaud. Yang sudah tercatat dalam buku negara Kartagama ditulis : ”Uda Makat raya dinikanang sanusa pupul” (1*) mungkin juga dari Cina karena pulau Siauw telah tercatat dalam peta pelayaran Cina di buku ” Shun Feng Hsin Sung” ditulis oleh SHAO (2*) awal abad ke 15.


Tahun 1972 penulis membawa MOMONGAN ( Gong perunggu ) asal Tomohon di Minahasa yang retak, untuk diperbaiki di Yogyakarta, pengrajin Gong di Yogyakarta, mengatakan bahwa campuran timah dan tembaga gong tersebut menunjukkan ciri khas buatan kerajaan Belambangan dari Jawa Timur (Ditaklukkan Mataram pada tahun 1639).


Beberapa penulis bangsa barat yang menulis mengenai Minahasaawal abad ke 19 memberi data mengenai alat musik KOLINTANG Minahasa terbuat dari bahan logam dan bukan dari kayu. Penulis J. Hickson mencatat sebagai berikut (3*) ...the party next return to the house, the gong kolintang are sounded ( terjemahan bebas : …peserta pesta upacara kemudian kembali kerumah, dan gong kolintang lalu dibunyikan.) Selanjutnya penulis J. Hickson menceritakan mengenai Mapalus dan lebih menjelaskan bahwa kolintang itu gong (4*)


...Mapalus bieting Gongs / Kolintang (Terjemahan bebas : ...Pekerja Mapalus memukul Gong / Kolintang ). Nada – nada Kolintang Gong ditulis oleh N.Graafland dalam bentuk solmisasi, do – mi – sol – mi ... la – do – fa – si , ada gong besar dengan nada fa rendah (5*)


(1*) Bandar jalur sutra – dept. P&K – RI. Jakarta 1998. (Alex Ulaen, halaman 108)

(2*) Bandar Jalur Sutra – Dept. P&K – RI. Jakarta 1998. (Alex Ulaen, halaman 109)

(3*) Naturalist in North Celebes – London 1889 (J. Hickson, halaman 292)

(4*) Naturalist in North Celebes – London 1889 (J. Hickson, halaman 234)

(5*) De Minahasa, eerste deel – Batavia 1898 (N.Graafland, halaman 357)


Alat musik kolintang gong Minahasa jaman tempo dulu dapat kita lihat pada gambar sketsa buku Ethnographisce Miezelen Minahasa Celebes, A. Meyer and O. Ritcher di Museum Dresden 1902.


Gambar penari Kabasaran memakai tombak, di iringi musik kolintang gong yang nampak disebelah kanan bawah, seorang duduk menghadapi kolintang yang terdiri dua deret gong masing – masing satu deretan terdapat lima gong.


Kolintang Gong ini masih dapat di temukan di Airmadidi bawah wilayah Tonsea milik Ny. Kilapong dan Ny. Doodoh yang hingga kini musik MAOLING digunakan mengiringi tari MAPURENGKEY pada upacara perkawinan (6*). Apabila kita kumpulkan nama instrumen alat musik Gong di wilayah Nusantara dan Filipina, yang mirip dengan kata KOLINTANG akan terlihat sebgai berikut :

KOLINTANG : Nama alat musik Gong di Minahasa.


GOLINTANG (GORINTANG) : Nama alat musik di Bolaang – Mongondouw.

KELINTANG : Nama alat musik Gong di Sumatra yang di jadikan perbandingan nama KOLINTANG oleh penulis N.Graafland sebagai berikut (8*): ...De KOLINTANG (Minahasa) op Sumatra heet zij KULINTANG (Terjemahan bebas : ...KOLINTANG (Minahasa) di Sumatra bernama KULINTANG.

KULINTANG : Nama alat musik Gong di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra (9*)



Dari nama-nama leluhur Minahasa jaman lampu seperti, Lintang, Lumintang, Lantang, Lintong, yang berhubungan dengan nama alat musik gong dan keterangan bunyi alat musik logam tersebut, TANG, TONG. Menunjukkan bahwa alat musik gong KOLINTANG itu sudah lama dikenal orang Minahasa, yang jaman tempo dulu punya nilai yang tinggi dimasyarakat dan hanya pemimpin masyarakat yang memiliknya yakni dari golongan TONAAS dan WAILAN. Dapat diambil kesimpulan bahwa leluhur (Opo’) yang mengambil nama dari alat musik Gong ini memiliki status sosial yang tinggi dimasyarakat.







sumber: https://maengket.blogspot.com/2008/08/sejarah-musik-kolintang.html