Selasa, 31 Januari 2017
Pengertian alat musik tradisional Drum
Drum adalah kelompok alat musik perkusi yang terdiri dari kulit yang direntangkan dan dipukul dengan tangan atau sebuah batang. Selain kulit, drum juga digunakan dari bahan lain, misalnya plastik. Drum terdapat di seluruh dunia dan memiliki banyak jenis, misalnya kendang, timpani, Bodhrán, Ashiko, snare drum, bass drum, tom-tom, beduk, dan lain-lain.
Dalam musik pop, rock, dan jazz, drums biasanya mengacu kepada drum kit atau drum set, yaitu sekelompok drum yang biasanya terdiri dari snare drum, tom-tom, bass drum, cymbal, hi-hat, dan kadang ditambah berbagai alat musik drum listrik. Orang yang memainkan drum set disebut "drummer".
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Drum
Sejarah alat musik tradisional Kalang Kupak.
Kalang Kupak
Alat musik ini dibuat dari jenis bambu yang tipis (Paring Tamiang).
Kalang kupak terdiri dari 8 ruas bambu yang masing-masing dipotong
setengahnya dan meruncing di bagian ujung. Ruas-ruas bambu tersebut
kemudian disatukan dengan serat rotan hingga bentuknya menyerupai calung
dari Jawa Barat. Kalang Kupak berperan sebagai pembawa melodi,
dimainkan bersama alat musik agung (gong), babun (gendang), lumba
(gendang), dan kecapi untuk mengiringi upacara adat Balian, yaitu
upacara keselamatan bagi kehidupan masyarakat setempat yang dilaksanakan
setiap tahun dan untuk mengiringi tarian adat, seperti tari Gintor.
Kalang Kumpak merupakan alat musik tradisional Suku Bukit. Masyarakat Dayak Maanyan menyebut kalang kumpak dengan nama "salung" yang berfungsi untuk menghibur petani di ladang dan untuk mengusir binatang buas.
Sumber: http://budaya-indonesia.org/Kalang-Kupak/
Kalang Kumpak merupakan alat musik tradisional Suku Bukit. Masyarakat Dayak Maanyan menyebut kalang kumpak dengan nama "salung" yang berfungsi untuk menghibur petani di ladang dan untuk mengusir binatang buas.
Sumber: http://budaya-indonesia.org/Kalang-Kupak/
Sjarah alat musik tradisional Kuriding.
Alat Musik Kuriding (Guriding)
Kuriding (atau ada juga yang
menyebutnya Guriding) adalah alat musik tradisional asli buatan nenek moyang urang
Banjar. Kuriding bisa terbuat dari pelepah enau, bambu ataupun kayu dengan bentuk
kecil, dan memiliki alat getar (tali) serta tali penarik. Dimainkan dengan cara
ditempelkan di bibir sambil menarik gagang tali getar yang akan menghasilkan
bunyi. Dengan ritme tertentu, bunyi yang dihasilkan akan terdengar sangat indah
dan merdu.
Mitos asal-usul kuriding
menarik untuk disimak. Syahdan, Kuriding adalah milik seekor macan di hutan
Kalimantan Selatan. Suatu ketika, sang macan meminta anaknya untuk memainkan
guriding. Namun, sang anak justru mati karena tenggorokannya tertusuk guriding.
Akibatnya sang macan mewanti-wanti agar anak keturunannya tidak lagi memainkan
guriding.
Dalam perkembangannya, mitos tersebut
menjadi dasar cerita rakyat yang beredar pada masyarakat Banjar, bahwa kuriding
dipercaya sebagai alat ampuh untuk mengusir macan. Urang Banjar dahulu juga
menggantungkan atau meletakkan Kuriding di atas tempat tidur anak-anak mereka,
sebagai simbol penolak bala.
Dalam kehidupan sosial dan budaya urang Banjar, kuriding memiliki fungsi guna yang beragam. Yaitu sebagai alat untuk pelipur lara di kala sepi dan melepas lelah usai bekerja di kebun atau di hutan, sebagai alat untuk mengingatkan mereka akan leluhur dan sebagai media yang disakralkan.
Fungsi-fungsi tersenut masih
dipercaya oleh sebagian masyarakat Banjar hingga kini. Akan tetapi, sudah
sangat jarang ada yang memainkan atau menyimpannya, kecuali mereka yang masih
peduli dengan budaya tradisi.
Keberadaan Kuriding saat ini
sangat memprihatinkan, bahkan hampir punah. Kuriding kini hanya dimainkan oleh
generasi tua yang tinggal di kawasan pedesaan. Generasi muda Banjar, sudah
enggan memainkan Kuriding. Karena selain di anggap sudah ketinggalan zaman,
para generasi muda di Banua lebih senang memainkan alat musik modern.
Kuriding atau Guriding
merupakan peninggalan leluhur yang telah turut menyumbang kekayaan budaya di
Kalimantan Selatan ini mestinya terus dipelihara. Mengingat keberadaannya yang
memprihatinkan dan ini merupakan satu pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah
daerah serta para pemerhati budaya untuk menyelamatkan Kuriding/Guriding dari
kepunahan.
Alat musik Kuriding termasuk
dalam kategori alat musik "Jew's Harp" yang diduga merupakan alat
musik paling tua yang ada di dunia. Sebarannya bukan hanya di Asia, namun juga
terdapat di Benua Eropa, dengan nama yang berbeda-beda dan bahan beragam. Dari
sisi produksi suara, tak jauh berbeda, hanya cara memainkannya saja yang
sedikit berlainan. Ada yang di trim (di
getarkan dengan di sentir), di tap ( dipukul) dan ada pula yang di tarik dengan
menggunakan benang seperti Kuriding.
Di daerah lain di Indonesia juga ada alat musik sejenis Kuriding yang saat ini
kondisinya juga sudah sangat langka. Alat
musik seperti itu terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta, biasanya dimainkan
saat menjelang musim panen padi tiba dan dikenal dengan nama
"Rinding".
Saat alat musik tersebut dimainkan,
akan terdengar alunan nada bunyi yang unik dari bambu pipih yang ditiup dan
bambu bulat yang dipukul.
Di Sunda, alat musik sejenis Kuriding
dikenal dengan nama "Karinding". Alat musik tersebut sudah di kenal
dalam kehidupan masyarakat di tatar Sunda sejak abad ke-15. Dalam Bahasa Sunda,
penyebutan Karinding juga merujuk pada Kakarindingan, yaitu sejenis serangga
bersuara nyaring yang hidup di air sawah. Saat ini, Karinding dapat dijumpai di
Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Di Pulau Dewata, Bali, alat
musik sejenis Kuriding dinamakan "Genggong". Tradisi genggong dapat
ditemui di Desa Batuan, Gianyar. Genggong dimainkan sebagai pengiring tari,
yaitu tari Kodok dan sebagai sajian musik instrumental.
Kuriding Hampir Punah
Penyelamatan kuriding perlu
dan harus segera dilakukan. Karena banyak sudah contoh alat musik sejenis di derah
lain yang sekarat dan hampir punah, namun ada pula yang begitu pesat
kemajuannya. Kita patut belajar banyak dan terus menggali informasi bagaimana
di daerah lain yang mana alat musik sejenis kuriding bisa jauh lebih dikenal.
Tentunya perlu usaha semua
pihak untuk pelestariannya, termasuk kita generasi muda Banjar sebagai pewaris
budaya yang patut dibanggakan. Kuriding dapat saja di kolaborasikan dengan
alat-alat musik modern, sehingga menghasilkan karya musik yang sesuai dengan
selera anak muda saat ini.
Penggiat seni di Taman Budaya Kalsel, kuriding
mulai digunakan dalam beberapa pementasan baik itu pementasan musik, sastra
maupun theater, dengan harapan kuriding menjadi alat musik yang sama dalam hal
penggunaannya dengan alat musik modern ataupun alat musik tradisional lainnya.
Di Sumatra Utara, ada alat
musik sejenis Kuriding dengan nama Saga-saga. Dari informasi yang kami dapatkan,
sudah tidak ada lagi pembuat dan orang yang memainkannya. Semoga hal itu tidak
terjadi dengan kuriding.
Di Jawa Barat ada Karinding
yang melalui peran Abah Olot, kini banyak dikenal. Ada pula Asep Nata yang
membuat Karinding Towel. Karinding kini bisa bersanding dan dimainkan bersama
alat musik modern.
Sumber:http://ridaganteng.blogspot.co.id/2014/05/alat-musik-kuriding-guriding.html
Senin, 30 Januari 2017
Pengertian alat musik tradisional Kuriding.
Kuriding
Kuriding atau Gurinding adalah alat musik tradisional asli buatan nenek
moyang suku Banjar, Kalimantan Selatan. Kuriding bisa terbuat dari
pelepah enau, bambu ataupun kayu dengan bentuk kecil, dan memiliki alat
getar (tali) serta tali penarik. Dimainkan dengan cara ditempelkan di
bibir sambil menarik gagang tali getar yang akan menghasilkan bunyi.
Dengan ritme tertentu, bunyi yang dihasilkan akan terdengar sangat indah
dan merdu.
Kuriding memiliki bentuk yang kecil dan unik. Wujudnya terbagi dalam dua bagian, yaitu dalam (tidak rata) dan luar(rata). bagian dalam adalah bagian yang ditempelkan di mulut ketika di bunyikan, dan bagian luar adalah yang menghadap keluar. Kuriding terbuat dari pelepah enau, bambu, ataupun kayu yang berbentuk empat persegi panjang yang kedua ujungnya dibuat bulat. Selain untuk memperindah, bentuk bulat pada ujung kurinding juga berfungsi sebagai pengaman agar tidak melukai mulut saat dimainkan. Pada badan kurinding terdapat alat getar yakni tali yang terbuat dari serat pohon kayu atau senar. Alat getar tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kanan (ilat) dan bagian kiri (butuh). Pada ujung kanan dan kiri kurinding juga terdapat lubang untuk meletakan tali (tarikan) yang terhubung dengan alat getar. Ketika tali tersebut ditarik, maka alat getar tersebut akan berbunyi, sambil di tempelkan pada mulut. Bunyi kuriding akan terasa nyaring saat alat musik tersebut ditarik dengan ritme yang benar.
Sumber:https://semuatentangprovinsi.blogspot.co.id/2016/05/alat-musik-tradisional-provinsi-kalimantan-selatan.html
Kuriding |
Kuriding memiliki bentuk yang kecil dan unik. Wujudnya terbagi dalam dua bagian, yaitu dalam (tidak rata) dan luar(rata). bagian dalam adalah bagian yang ditempelkan di mulut ketika di bunyikan, dan bagian luar adalah yang menghadap keluar. Kuriding terbuat dari pelepah enau, bambu, ataupun kayu yang berbentuk empat persegi panjang yang kedua ujungnya dibuat bulat. Selain untuk memperindah, bentuk bulat pada ujung kurinding juga berfungsi sebagai pengaman agar tidak melukai mulut saat dimainkan. Pada badan kurinding terdapat alat getar yakni tali yang terbuat dari serat pohon kayu atau senar. Alat getar tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kanan (ilat) dan bagian kiri (butuh). Pada ujung kanan dan kiri kurinding juga terdapat lubang untuk meletakan tali (tarikan) yang terhubung dengan alat getar. Ketika tali tersebut ditarik, maka alat getar tersebut akan berbunyi, sambil di tempelkan pada mulut. Bunyi kuriding akan terasa nyaring saat alat musik tersebut ditarik dengan ritme yang benar.
Sumber:https://semuatentangprovinsi.blogspot.co.id/2016/05/alat-musik-tradisional-provinsi-kalimantan-selatan.html
Pengertian alat musik tradisional Kintung.
Kintung
Musik Kintung merupakan salah satu kesenian musik tradisional dari Suku
Banjar, Kalimantan Selatan. Musik ini berasal dari daerah Kabupaten
Banjar, yaitu di desa Sungai Alat, Astambul dan Bincau, Martapura. Masa
dahulu alat musik ini dipertandingkan. Dalam pertandingan ini bukan saja
pada bunyinya, tetapi juga hal-hal yang bersifat magis, seperti kalau
dalam pertandingan itu alat musik ini bisa pecah atau tidak dapat
berbunyi dari kepunyaan lawan bertanding.
Bahan untuk membuat alat musik kintung ini adalah bambu. Bentuknya seperti angklung dari Jawa Barat. Untuk mengatur bunyi tergantung pada rautan bagian atasnya hingga melebihi dari seperdua lingkaran bambu. Rautan itu makin ke atas semakin mengecil sebagai pegangannya. Sedang bagian bawahnya tetap seperti biasa. Panjangnya biasanya dua ruas, dan buku yang ada di bagian tengahnya (dalam) dibuang agar menghasilkan bunyi. Pengaturan bunyi biasanya tergantung pada rautan bagian atasnya. Semakin dibuang atasnya itu akan menimbulkan nada yang lebih tinggi.
Biasanya bambu yang digunakan untuk membuat alat musik ini tidak sembarang bambu artinya harus dipilih secara cermat terutama yang dapat mengeluarkan bunyi yang bagus dan juga tidak mudah pecah. Musik Kintung termasuk alat musik pentatonis, boleh dikatakan pula sejenis alat musik perkusi. Karena cara membunyikannya dihentakkan pada sebuah potongan kayu yang bundar. Alat musik Kintung ini berjumlah 7 buah dan masing-masing mempunyai nama, yaitu : Hintalu randah, hintalu tinggi, tinti pajak, tinti gorok, pindua randah, pindua tinggi dan gorok tuha.
Pada perkembangannya musik Kintung yang merupakan musik yang bersifat instrumentalia ini, dapat mengiringi lagu atau nyanyian Banjar umumnya yang berjenis lagu-lagu tirik dan japin. Agar lebih harmonisasinya biasanya ditambah dengan babun (gendang) dan gong atau alat musik lainnya yang diperlukan.
Namun, pada masa sekarang, musik Kintung ini sudah mulai langka karena seniman yang tersisa adalah orang-orang tua dan jarang generasi muda di sana yang mau meneruskan kesenian ini.
Sumber:https://semuatentangprovinsi.blogspot.co.id/2016/05/alat-musik-tradisional-provinsi-kalimantan-selatan.html
Kintung |
Bahan untuk membuat alat musik kintung ini adalah bambu. Bentuknya seperti angklung dari Jawa Barat. Untuk mengatur bunyi tergantung pada rautan bagian atasnya hingga melebihi dari seperdua lingkaran bambu. Rautan itu makin ke atas semakin mengecil sebagai pegangannya. Sedang bagian bawahnya tetap seperti biasa. Panjangnya biasanya dua ruas, dan buku yang ada di bagian tengahnya (dalam) dibuang agar menghasilkan bunyi. Pengaturan bunyi biasanya tergantung pada rautan bagian atasnya. Semakin dibuang atasnya itu akan menimbulkan nada yang lebih tinggi.
Biasanya bambu yang digunakan untuk membuat alat musik ini tidak sembarang bambu artinya harus dipilih secara cermat terutama yang dapat mengeluarkan bunyi yang bagus dan juga tidak mudah pecah. Musik Kintung termasuk alat musik pentatonis, boleh dikatakan pula sejenis alat musik perkusi. Karena cara membunyikannya dihentakkan pada sebuah potongan kayu yang bundar. Alat musik Kintung ini berjumlah 7 buah dan masing-masing mempunyai nama, yaitu : Hintalu randah, hintalu tinggi, tinti pajak, tinti gorok, pindua randah, pindua tinggi dan gorok tuha.
Pada perkembangannya musik Kintung yang merupakan musik yang bersifat instrumentalia ini, dapat mengiringi lagu atau nyanyian Banjar umumnya yang berjenis lagu-lagu tirik dan japin. Agar lebih harmonisasinya biasanya ditambah dengan babun (gendang) dan gong atau alat musik lainnya yang diperlukan.
Namun, pada masa sekarang, musik Kintung ini sudah mulai langka karena seniman yang tersisa adalah orang-orang tua dan jarang generasi muda di sana yang mau meneruskan kesenian ini.
Sumber:https://semuatentangprovinsi.blogspot.co.id/2016/05/alat-musik-tradisional-provinsi-kalimantan-selatan.html
Pengertian alat musik tradisional Kalang kupak.
Kalang Kupak
Kalang Kupak adalah alat musik yang terbuat dari jenis bambu yang tipis
yakni Paring Tamiang. Kalang Kupak terdiri dari 8 ruas bambu yang
masing-masing dipotong setengahnya dan meruncing di bagian ujung.
Ruas-ruas bambu tersebut kemudian disatukan dengan serat rotan hingga
bentuknya menyerupai calung dari Jawa Barat. Kalang Kupak berperan
sebagai pembawa melodi, dimainkan bersama alat musik agung (gong), babun
(gendang), lumba (gendang), dan kecapi untuk mengiringi upacara adat
Balian, yaitu upacara keselamatan bagi kehidupan masyarakat setempat
yang dilaksanakan setiap tahun dan untuk mengiringi tarian adat, seperti
tari Gintor.
https://semuatentangprovinsi.blogspot.co.id/2016/05/alat-musik-tradisional-provinsi-kalimantan-selatan.html
Sumber:
Kalang Kupak |
https://semuatentangprovinsi.blogspot.co.id/2016/05/alat-musik-tradisional-provinsi-kalimantan-selatan.html
Sumber:
Pengertian alat musik tradisional kalampat.
Kalampat
Kalampat adalah alat musik tradisioanl sejenis gendang namun hanya satu
bagian saja yang bisa dipukul atau biasa disebut berkepala tunggal.
Badan gendang terbuat dari batang batung atau bambu tebal berdiamter
besar. Kalampat dimainkan dengan cara dipukul menggunakan pemukul dari
rotan. Kalampat dimainkan bersama dengan agung (gong) sebagai pengiring
dalam upacara Bawanang (panen padi), Babalian (bahiaga atau upacara
pengobatan yang bersifat magis) dan upacara lainnya pada masyarakat Suku
Dayak di daerah Labuhan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Sumber: https://semuatentangprovinsi.blogspot.co.id/2016/05/alat-musik-tradisional-provinsi-kalimantan-selatan.html
Kalampat |
Sumber: https://semuatentangprovinsi.blogspot.co.id/2016/05/alat-musik-tradisional-provinsi-kalimantan-selatan.html
Fungsi dan cara penyajian alat musik tradisional panting.
Cara penyajian
Menurut cara penyajiannya Panting termasuk jenis musik ansambel campuran. Karena terdiri dari berbagai jenis alat musik. Dalam pertunjukan musik Panting, biasanya jumlah pantingnya sebanyak 3 buah dan ditambah alat-alat musik lainnya. Musik panting disebut juga dengan nama japin apabila penyajiannnya diiringi dengan tarian. Musik panting disajikan dengan lagu-lagu yang biasanya bersyair pantun. Pantun tersebut berisi nasihat ataupun pantun petuah, dan pantun jenaka. Lagu yang dinyanyikan monotor, yang artinya musik tersebut dinyanyikan tanpa ada reff. Pemain musik Panting memainkan musik tersebut dengan cara duduk, para pemain laki-laki duduk dengan bersila, sedangkan pemain perempuan duduk dengan bertelimpuh. Para pemain musik Panting pada umumnya mengenakan pakaian Banjar. Yang laki-laki mengenakan peci sebagai tutup kepala sedangkan pemain perempuan menggunakan kerudung.Fungsi
Musik Panting mempunyai fungsi sebagai :- Sebagai hiburan, karena musiknya dan syair-syairnya yang kadang-kadang jenaka dan dapat menghibur orang banyak. Oleh karena itu, musik panting sering digunakan pada acara perkawinan.
- Sebagai sarana pendidikan, karena di dalam musik Panting syainya berisi tentang nasihat-nasihat dan petuah.
- Sebagai musik yang memiliki nilai-nilai agama, karena musik-musiknya mengandung unsur-unsur agama.
- Untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama warga masyarakat.
- Sebagai kesenian musik tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Musik_Panting
Sejarah alat musik tradisional panting.
Sejarah
Pada awalnya musik Panting berasal dari daerah Tapin, Kalimantan Selatan. Panting merupakan alat musik yang dipetik yang berbentuk seperti gambus Arab tetapi ukurannya lebih kecil. Pada waktu dulu musik panting hanya dimainkan secara perorangan atau secara solo. Karena semakin majunya perkembangan zaman dan musik Panting akan lebih menarik jika dimainkan dengan beberapa alat musik lainnya, maka musik panting sekarang ini dimainkan dengan alat-alat musik seperti babun, gong,dan biola dan pemainnya juga terdiri dari beberapa orang. Nama musik panting berasal dari nama alat musik itu sendiri, karena pada musik Panting yang terkenal alat musiknya dan yang sangat berperan adalah Panting, sehingga musik tersebut dinamai musik panting. Orang yang pertama kali memberi nama sebagai musik Panting adalah A. Sarbaini. Dan sampai sekarang ini musik Panting terkenal sebagai musik tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan.Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Musik_Panting
Cara memainkan alat musik tradisional Sampe.
Cara memainkan
Cara memainkan alat musik sampe adalah mula-mula senar-senar sampe diselaraskan dengan perasaan pemetik nya.[2] Hal ini dilakukan karena sampe adalah alat musik yang berfungsi untuk menyatakan perasaan seseorang.[2] Oleh karena itu, hasil stem senar-senar sampe tersebut berbeda-beda untuk setiap orang.[2] Bunyi senar yang dihasilkan itu masih merupakan nada-nada dasar.[2] Untuk menyelaraskan nada-nada lainnya dilakukan dengan memindah-mindahkan ndon. Dengan cara ini, sampe pun bisa dimainkan sesuai dengan nada lagu yang diinginkan.[2] Namun, jika ganti memainkan lagu lain, maka ndon sampe juga harus diubah atau diselaraskan lagi diinginkan.[2] Cara memetik sampe adalah dengan jari-jari kedua tangan, baik tangan kiri maupun tangan kanan. Petikan ini akan menghasilkan bunyi accord .[2] Pemetik sampe memainkan lagu hanya dengan berdasarkan perasaan sehingga bunyi yang dihasilkan pun akan mengena sesuai dengan perasaan si pemetik.[2]Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Sampe
Bahan dan cara pembuatan alat musik tradisional Sampe.
Bahan dan cara pembuatan
Alat musik petik sampe dibuat dari bahan kayu pilihan.[5] Kayu yang dinilai mempunyai kualitas baik sebagai bahan pembuat sampe adalah jenis-jenis kayu sebangsa kayu meranti, misalnya kayu pelantan, kayu adau, kayu marang, kayu tabalok, dan sejenisnya.[5] Jenis kayu-kayu itu dipilih karena kuat, tidak mudah pecah, keras, tahan lama, dan tidak mudah dirusak atau dimakan binatang seperti rayap.[5] Semakin keras dan banyak urat daging kayunya, maka suara yang dihasilkan sampe akan semaki baik pula .[5] Untuk dawai atau senar sampe, pada awalnya masih menggunakan tali yang berasal dari serat pohon enau atau aren, namun sekarang senar sampe sering dibuat dari bahan kawat tipis sehingga bunyinya akan terdengar lebih nyaring .[2]Tahap-tahap pembuatan sampe adalah, pertama, batang pohon diratakan dengan menggunakan kapak lalu dijemur sampai kering.[2] Setelah kayu benar-benar kering, balok kayu tersebut dilubangi secara memanjang, namun tidak sampai tembus ke permukaan.[2] Jika proses melubangi kayu sudah selesai, lalu diukir lagi sesuai dengan bentuk yang diinginkan.[2] Kemudian dibuat bahu atau gagang sampe kira-kira sebesar kepalan tangan. Di bagian ujungnya, dibuat lubang sebagai tempat pemutarnya sesuai dengan jumlah senar .[2] Di setiap lubang putaran tersebut ditusuk dengan ujung pisau untuk membuat tempat memasukkan senar agar dapat dililitkan pada putarannya.[2]
Sampai di sini tahap pembuatan sampe sebenarnya telah selesai, namun biasanya dilanjutkan dengan menambahkan ukiran dengan ornamen khas Dayak, yakni dengan corak burung enggang dan taring-taring hewan buruan yang merupakan lambang keagungan dan kebesaran orang-orang Dayak.[2] Tahap selanjutnya adalah memasang senar di mana sebagai alat untuk menyeleraskan nada menggunakan belahan rotan yang dipotong-potong. Belahan rotan ini direkatkan dengan kelulut, sesuai dengan nada yang diinginkan .[2] Bentuk sampe pada umumnya menyerupai perahu dan mempunyai bagian-bagian tertentu. Dalam bahasa suku Dayak Kenyah, penyebutan bagian-bagian sampe yakni: usa, mulam, batak, hudog sampe, uta, batuk, ndon, Iowong sampe, dan seterusnya .[2]
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Sampe
Fungsi dan kegunaan alat musik tradisional sampe.
Fungsi dan Kegunaan
Sampe adalah alat musik yang berfungsi untuk menyatakan perasaan, baik perasaan riang gembira, rasa sayang, kerinduan, bahkan rasa duka nestapa.[3] Dahulu, memainkan sampe pada siang hari dan malam hari memiliki perbedaan.[3] Apabila dimainkan pada siang hari, umumnya irama yang dihasilkan sampe menyatakan perasaan gembira dan suka-ria.[3] Sedangkan jika sampe dimainkan pada malam hari biasanya akan menghasilkan irama yang bernada sendu, syahdu, atau sedih.[3] Terdapat ungkapan mengenai sampe yang termuat dalam Tekuak Lawe, sastra lisan yang diturunkan dari generasi ke generasi dalam tradisi masyarakat Dayak, khususnya suku Dayak Kanyaan dan Kenyah.[3] Ungkapan yang berbunyi sape' benutah tulaang to'awah itu secara harfiah dapat diartikan Sampe mampu meremukkan tulang-belulang hantu yang bergentayangan.[3] Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa alat musik sampe mampu membuat orang yang mendengarnya merinding hingga menyentuh tulang atau perasaan.[3] Bagi para tetua adat Dayak di zaman dulu, keyakinan akan kesakralan sampe memang betul bisa dirasakan karena suasana pedesaan dan nuansa adat pada saat itu masih sangat kental.[3]Hingga kini, kepercayaan akan tuah sampe masih diyakini oleh para sesepuh Dayak, misalnya ketika sampe dimainkan dalam suatu upacara adat.[4] Saat bunyi petikan sampe terdengar, seluruh orang akan terdiam, kemudian terdengar sayup-sayup lantunan doa atau mantra yang dibacakan bersama-sama.[4] Dalam suasana seperti ini, tidak jarang di antara mereka ada yang kerasukan roh halus atau roh leluhur.[4] Sampe juga dimainkan pada saat acara pesta rakyat atau acara gawai padai, sampe dimainkan untuk mengiringi tari-tarian yang lemah gemulai.[4]
Seiring dengan perkembangan zaman, sampe kemudian tidak hanya berfungsi sebagai alat musik untuk menyatakan perasaan saja, namun sampe juga mulai sering dimainkan bersama dengan alat-alat musik lainnya.[3] Anak-anak muda Dayak gemar memainkan sampe sembari berkumpul bersama di malam hari. Selain itu, sampe dimainkan oleh kaum Lelaki Dayak untuk menarik perhatian perempuan yang sedang ditaksirnya .[3] Sampe juga berfungsi sebagai alat musik hiburan dalam suatu keluarga besar.[4] Tradisi orang Dayak yang tinggal di rumah betang membuat sampe menjadi sarana yang termudah untuk meramaikan suasana atau untuk menghibur ketika ada salah seorang anggota yang sedang bersedih.[4] Di rumah betang, tersedia sebuah ruangan besar untuk acara adat atau sebagai ruang keluarga.[4] Di ruang besar inilah, para pemuda Dayak saling unjuk kemahiran dalam memainkan sampe Tidak hanya itu, sampe juga sering dimainkan sebagai wujud rasa syukur atas peristiwa atau moment tertentu, misalnya ketika hasil panen melimpah.[4]
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Sampe
Sejarah alat musik tradisional Sampe.
Sejarah
Orang-orang suku Dayak yang sebagian besar menetap di wilayah Kalimantan, Indonesia dan Malaysia Timur telah melalui periodesasi zaman yang sangat lama.[2] Oleh karena itu, kaum Melayu Tua ini tentunya memiliki peradaban dan kebudayaan beserta semua perangkat adat dan tradisinya.[2] Salah satu wujud hasil budaya orang Dayak adalah alat musik tradisional yang memiliki ciri dan kegunaan yang khas.[2] Dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak, seni musik dan alat-alat musiknya menjadi salah satu media yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara-upacara adat, selain tentu saja juga berfungsi sebagai sarana hiburan.[2] Terdapat berbagai jenis alat musik dalam tradisi kebudayaan orang Dayak, termasuk alat musik pukul, tiup, maupun petik.[2] Salah satu alat musik petik yang cukup poluler di kalangan suku Dayak, terutama orang-orang suku Dayak yang hidup di Kalimantan Timur, adalah sampe.[2] Sampe dalam bahasa lokal suku Dayak dapat diartikan “memetik dengan jari".[2] Dari makna namanya itu diketahui dengan jelas bahwa sampe adalah perangkat musik yang dimainkan dengan cara dipetik.[2] Namun, penamaan alat musik Melayu Dayak ini ternyata berbeda-beda di tiap-tiap sub etnis suku Dayak yang ada di Kalimantan timur.[2] Nama sampe’ digunakan oleh orang-orang suku Dayak Kenyah, orang-orang suku Dayak Bahau dan Kanyaan menyebutnya dengan nama sape’, suku Dayak Modang mengenal alat musik ini sebagai sempe, sedangkan orang-orang Dayak Tunjung dan Banua menamainya dengan sebutan kecapai’ .[2]
Kendati sama-sama berjenis alat musik petik, namun sampe agak berbeda dengan gitar dalam cara memainkannya.[2] Dalam memainkan gitar harus menggunakan satu tangan saja untuk memetik senar, sedangkan tangan lainnya difungsikan untuk mengatur nada pada dawai yang terdapat pada gagang gitar. Lain halnya dengan sampe di mana alat musik ini dapat dimainkan justru dengan jari-jari dari kedua belah tangan.[2] Bedanya lagi, apabila gitar pada umumnya memiliki 6 senar, pada sampe biasanya hanya terdapat 3 senar meskipun ada juga sampe yang bersenar 4 dan seterusnya.[2] Dulu, dawai sampe menggunakan tali dari serat pohon enau, namun kini sudah memakai kawat kecil sebagai dawainya.[2] Pada bagian kepala sampe (ujung gagang), dipasang hiasan ukiran yang menggambarkan taring-taring dan kepala burung enggang.[2]
https://id.wikipedia.org/wiki/Sampe
Sumber:
Rabu, 25 Januari 2017
caea membuat alat musik tradisional sasando.
Bentuk alat musik ini cukup sederhana dengan bagian
utama berupa tabung panjang yang terbuat dari bambu. Bagian tengah melingkar
serta terdapat penyangga atau “senda” dalam bahasa Rote, dengan dawai atau
senar yang direntangkan di tabung bambu dari atas ke bawah. Penyangga tersebut
menghasilkan nada yang berbeda dalam setiap petikan dawai. Wadah berbeda dalam
setiap petikan dawai. Wadah yang berfungsi sebagai resonansi sasando adalah
anyaman lontar.
Secara harfiah, dalam bahasa Rote, sasando adalah
alat musik yang bergetar atau berbunyi.
Cara membuat sasando
Bahan dasar untuk membuat sasando adalah kayu, paku
penyangga, senar string, daun lontar dan bambu.
a) Bambu dipotong sesuai dengan ukuran yang
dibutuhkan. Kemudian, dua ujung bambu ditutup dengan kayu jati sehingga menghasilkan
rongga di bagian dalam.
b) agar menarik, ruas bambu dilukis secara manual
dengan spidol warna yang tahan air, lalu disemprotkan dengan pernis agar awet
dan tidak luntur.
c) Bentuklah daun lontar menjadi setengah lingkar.
Sebagai tali pengikat untuk menyatukan lembaran daun lontar yang satu dengan
lain, gunakan lidi daun lontar yan diiris tipis. Lalu dibiiarkan 4 hari hingga
mengering dan keras.
d) setelah kering, gabungkan rangkaian daun lntar itu dengan tabung bambu yang sudah dipasangi senar.
Sumber: http://ithinkeducation.blogspot.co.id/2014/04/bagaimana-cara-membuat-sasando-asal.html
Pengertian alat musik tradisional sasando.
Sasando adalah sebuah alat musik dawai yang dimainkan dengan dipetik. Instumen musik ini berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Suara sasando ada miripnya dengan alat musik dawai lainnya seperti gitar, biola, kecapi, dan harpa.
Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando..[1]
sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Sasando
Bahan alat musik tradisional bonang.
Bahan
sumber:http://dunia-kesenian.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-alat-musik-bonang-asal-jawa-bali.html
Pengertian dan jenis jenis alat musik tradisional bonang
Penjelasan alat musik Bonang yang berasal dari jawa dan
bali. Bonang merupakan salah satu alat musik yang digunakan dalam gamelan Jawa.
Bonang juga merupakan instrumen melodi terkemuka di Degung Gamelan Sunda. Dimainkan
dengan cara dipukul atau ditabuh pada bagian atasnya yang menonjol atau disebut
dengan pencu (pencon) dengan menggunakan dua pemukul khusus yang terbuat dari
tongkat berlapis yang disebut dengan sebutan bindhi.
Jenis
Dalam gamelan Jawa Tengah ada tiga jenis bonang yang
digunakan:
Boning jenis ini adalah bonang yang memiliki nada tertinggi
dari jenis bonang lainnya, dan menggunakan ketel terkecil. Pada umumnya
mencakup dua oktaf (kadang-kadang lebih dalam slendro pada instrumen Solo-gaya),
seluas sekitar kisaran yang sama dengan saron dan peking gabungan. Panerus
bonang memainkan irama tercepat bonang itu, saling layu dengan atau bermain di
dua kali kecepatan dari bonang barung.
Berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan bonang
barung. Dimainkan setengah ketukan dari bonang barung yang apabila mereka
dibunyikan secara bersama-sama akan membuat efek suara yang bersahutan. Notasi
dari bonang penerus lebih tinggi 1 oktaf dari bonang barung namun untuk jumlah
kepinggannya sama dengan bonang barung.
2. Barung Bonang
Ini merupakan bonang yang bernada satu oktaf di bawah bonang
panerus, dan juga secara umum mencakup dua oktaf, kira-kira kelas yang sama
dengan demung dan saron gabungan. Ini adalah salah satu instrumen yang paling
penting dalam ansambel tersebut, karena banyak memberikan isyarat untuk pemain
lain dalam gamelan.
Ukurannya sedang dan biasa bonang barung ini dimainkan untuk
menentukan ketukan pembukaan atau sebagai patokan tempo dan juga sebagai
patokan dinamika. Dalam Ansambel, alat ini juga bisa dikatakan sebagai
adalah salah satu yang berperan penting hal itu dikarenakan ia banyak sekali
memberikan isyarat kepada pemain lain dalam instrumen gamelan.
3. Panembung Bonang
Ukurannya lebih besar dari dua bonang diatas, namun nada
yang dihasilkan nada yang paling rendah. Hal ini lebih sering terjadi pada
gamelan gaya Yogyakarta, seluas sekitar kisaran yang sama dengan slenthem dan
demung gabungan. Ketika hadir dalam gamelan Solo-gaya, mungkin hanya memiliki
satu baris dari enam (slendro) atau tujuh ceret terdengar dalam daftar yang
sama seperti slenthem tersebut. Hal ini dicadangkan untuk repertoire yang
paling keras, biasanya memainkan balungan lain dari itu.
Bagian yang dimainkan oleh bonang barung dan bonang panerus
lebih kompleks dibandingkan dengan banyak instrumen gamelan, sehingga, secara
umum dianggap sebagai instrumen mengelaborasi. Kadang-kadang memainkan melodi
berdasarkan balungan, meskipun umumnya diubah dengan cara yang sederhana.
Namun, juga bisa memainkan pola yang lebih kompleks, yang diperoleh dengan
menggabungkan patters barung dan panerus, seperti saling silih bergantinya
bagian (imbal) dan interpolasi pola melodi jerau (Sekaran).
Sumber:http://dunia-kesenian.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-alat-musik-bonang-asal-jawa-bali.html
Alat musik tradisional ceng ceng bali.
Mengenal Alat Musik Tradisional Ceng Ceng Bali
Di setiap daerah Indonesia, ada begitu
banyak alat musik tradisional. Alat-alat musik tersebut dibuat
berdasarkan atas kearifan dan kebijakasanaan yang dimiliki oleh leluhur
masyarakat Nusantara. Sudah sepantasnya apabila alat-alat musik tersebut
dipergunakan terus menerus dengan sebaik-baiknya sebagai upaya
pelestarian.
Di Bali, ada sebuah alat musik bernama
Ceng Ceng. Alat musik tersebut merupakan bagian terpenting dari
seperangkat gamelan Bali. Di antara alat gamelan lain, Ceng Ceng
memegang peranan penting. Alat ini juga sering disebut Ceng-Ceng Ricik.
Alat musik ini terbuat dari kayu nangka
dan tembaga. Alat ini terdiri atas enam buah logam bundar di bagian
bawahnya dan ada dua buah logam bundar di bagian atasnya. Di bagian atas
perunggu Ceng Ceng terdapat tali untuk memegang Ceng Ceng. Tali
tersebut berwarna merah yang dibuat sedemikian rupa. Tali ini disebut
Bungan Ceng Ceng. Nah, dengan demikian, alat ini nampak seperti simbal.
Alat ini dimainkan dengan cara tembaga
bagian atasnya dipukulkan ke bagian tembaga bundar bagian bawah. Dengan
demikian akan menimbulkan suara “ceng ceng.” Pemain akan memegang kedua
bagian atas dengan menggunakan kedua telapak tangannya. Ketika kedua
logam itu saling beradu, akan terdengar suaranya yang nyaring, keras,
dan khas suara simbal Bali.
Ceng ceng Bali dibuat berbentuk
kura-kura. Pengukirannya terinspirasi dari tokoh legenda Bali yakni
kura-kura mistis. Di Bali, terkenal dengan sebuah legenda tentang
kura-kura mistis yang memiliki nilai magis yaitu menyeimbangkan dunia di
atas punggungnya. Kura-kura tersebut merupakan simbol sumbu bumi
bersama naga menjadi dasar pura yang berkedudukan tinggi.
Di Bali, Ceng Ceng akan dipergunakan pada
barungan gamelan gong kebyar, gong gede, semar pegulingan, pelegongan,
barongan, dan lain-lain. Kalau Anda ingin mendengarkan nyaring
suaranya, datang saja ke salah satu pagelaran tersebut. Misalnya, Anda
datang ke Tari Barong Batubulan Bali. Untuk menikmati pertunjukan ini
Anda harus membayar tiket sebesar Rp 100.000,- per orang. Anda bisa
menyaksikannya di Desa Batu Bulan. Desa ini terletak 10 km dari kota
Denpasar. Anda bisa mencapainya dengan berkendara motor atau mobil
pribadi melewati Jalan Raya Batu Bulan. Pertunjukkan akan digelar setiap
hari, mulai Pukul 9.30 sampai Pukul 10.30 WIB.
Kamis, 19 Januari 2017
Cara membuat alay musik Tradisional Marwas.
Bahan Pembuat
Bahan pembuatan marwas terdiri dari nangka tua, rotan yang digunakan
untuk mengikat dan pada sisinya ditutupi kulit kambing atau kulit
pelanduk. Bentuknya bulat menyerupai tabung dengan berbagai variasi
ukurang.
Ukuran :
Diameter atas = 18,5 cm
Tinggi = 11 cm
Diameter bawah = 18,5 cm
Marwas biasa dimainkan secara bersamaan dengan gambus dalam musik tarian
zapin. Biasanya marwas terdiri dari tiga buah yang dimainkan oleh tiga
orang pemain dengan jenis pukulan yang berbeda.
Selain itu alat ini juga memiliki unsur keagamaan yang masih kental. Hal
tersebut tercermin dari berbagai lirik lagu yang dibawakan oleh alat
tersebut yang merupakan pujian dan kecintaan kepada Sang Pencipta.
Kesenian marawis berasal dari negara timur tengah terutama dari Yaman.
Nama marawis diambil dari nama salah satu alat musik yang dipergunakan
dalam kesenian ini. Lagu-lagu yang berirama gambus atau padang pasir
dinyanyikan sambil diiringi jenis pukulan tertentu.
Dalam Katalog Pekan Musik Daerah, Dinas Kebudayaan DKI, 1997, terdapat
tiga jenis pukulan atau nada, yaitu zapin,sarah, dan zahefah. Pukulan
zapin mengiringi lagu-lagu gembira pada saat pentas di panggung, seperti
lagu berbalas pantun. Nada zapin adalah nada yang sering digunakan
untuk mengiringi lagu-lagu pujian kepada Nabi Muhammad SAW (shalawat).
Tempo nada zafin lebih lambat dan tidak terlalu menghentak, sehingga
banyak juga digunakan dalam mengiringi lagu-lagu Melayu.
Alat Musik ini dimainkan kira - kira sekitar 10 orang. Setiap orang
memainkan alat musik tersebut sambil bernyayi. Terkadang, untuk
membangkitkan semangat, beberapa orang dari kelompok tersebut bergerak
sesuai dengan irama lagu. Semua pemainnya pria, dengan
busana gamis dan celana panjang, serta berpeci. Uniknya, pemain marawis
bersifat turun temurun. Sebagian besar masih dalam hubungan darah kakek,
cucu, dan keponakan. Sekarang hampir di setiap wilayah terdapat
marawis.
Sumber:http://dunia-kesenian.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-marwas-alat-musik-tradisional_30.html
Pengertian fungsi alat musik tradisional Marwas .
Pengertian Marwas Alat Musik Tradisional
marwas | photo:bedelau.com |
Pengertian alat musik tradisional Marwas (Gedumba). Marwas merupakan
salah satu alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara di tepuk.
Alat musik ini sering disebut juga dengan perkusi. Terbuat dari kulit
kambing kayu cempedak dan rotan sebagai pengikat. Marwas adalah salah
satu alat musik yang dimainkan dalam tarian zapin.
Fungsi
Alat musik marwas berfungsi menjaga kestabilan intro dan melahirkan
harmoni musikal. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai roffle ketukan
atau mat. Marwas juga digunakan sebagai peningkah dalam musik pentas Mak
yong.
Sumber:http://dunia-kesenian.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-marwas-alat-musik-tradisional_30.html
Sejarah atau asal usul alat musik tradisional Safiri.
Sejarah
Asal-usul alat musik tersebut belum begitu jelas. Jika melihat perjalanan sejarah provinsi Riau, sejak dahulu sudah ditempati oleh orang-orang Melayu pada masa kerajaan Sriwijaya. Orang Melayu tersebut menempati berbagai macam tempat di selat malaka. Pembauran yang terjadi antara masyarakat melayu dengan suku bangsa Padang, Jawa, Minangkabau, Bugis, Banjar dan Batak menyebabkan munculnya berbagai macam budaya termasuk di dalamnya alat-alat musik. Akan tetapi, ada suatu pendapat bahwa alat musik ini berasal dari India karena mirip dengan alat musik untuk memainkan ular. Selain itu ada juga pendapat bahwa alat ini berasal dari daerah Timur Tengah karena adanya kemiripan nama yaitu naifr.Pada zaman kerajaan-kerajaan, nafiri merupakan salah satu alat yang penting untuk digunakan pada acara penobatan raja selain sebagai alat musik di istana. Pada kerajaan melayu dulu alat pusaka Nobat seperti nafiri, gendang, sirih esar, dan cogan merupakan lambang negara atau yang biasa disebut dengan regelia kerajaan yang dijadikan sebagai kekuatan spiritual dan kehormatan kerajaan bersama dengan adat istiadat. Tanpa adanya alat-alat tersebut penobatan seorang raja tidak dapat disahkan. Ada kepercayaan pada zaman dahulu jika kedua kekuatan spiritual tersebut rusak maka akan hancur dan runtuhlah harkat dan harga diri bangsa tersebut. Bagi Kerajaan Kerajaan Melayu di rantau itu, sebuah kerajaan boleh saja ditaklukan, direbut, dan dikuasai oleh pihak lain. Raja atau sultannya bisa saja terusir dan melarikan diri ke negara atau daerah lain, mencari perlindungan. Tetapi, jika Regelia Kerajaan tidak dirampas dan tidak direbut, selagi Regelia sakti dan keramat itu masih dipegang oleh rajanya, maka kedaulatan negeri itu masih tegak. Sultannya tetap punya kedaulatan, dan dia bisa mendirikan kerajaan di mana saja, dan dijadikan raja di mana saja. Karena alat-alat yang dianggap memiliki kesaktian itu, belum ditaklukkan. Karena itulah, siapapun yang memegang dan diberi tugas menjaga Regelia itu, adalah seorang yang kuat dan perkasa. Seseorang yang memiliki kekuasaan jauh di atas kekuasaan lain, termasuk sultannya sendiri. Biasanya orang tersebut merupakan penasihat raja. Di Kedah nafiri bersama dengan alat-alat musik nobat lainnya disimpan di dalam sebuah tempat yang bernama Balai Nobat. Balai Nobat sendiri merupakan bangunan yang khas dengan arsitektur Islam. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya kubah di atasnya. Bangunan ini telah seringkali direnovasi terutama pada zaman pemerintahan Sultan kedah yang ke-25 yaitu Sultan Ahmad Tajuddin Mukarram Shah yang telah menduduki takhta mulai tahun 1854 hingga 1879. Nobat berasal dari Kata Persia ‘Naubat” yang berarti sembilan instrumen. Nobat merupakan orkestra musik kerajaan yang digunakan terutama untuk penobatan raja, bangsawan serta penyambutan tamu istimewa. Para pemainnya disebut dengan Orang Nobat. Nobat juga dimainkan bersama dengan perayaan-perayaan suci lainnya seperti kematian. Ada sebuah kepercayaan bahwa nobat berasal tradisi India yang ditularkan oleh para pedagang yang saat itu singgah di selat Malaka.
Pada zaman kerajaan dulu, nafiri digunakan sebagai alat untuk menyatakan peperangan terhadap kerajaan lain. Selain itu juga, nafiri digunakan untuk memberitakan tentang kematian raja, diangkatnya raja. Alat ini juga digunakan untuk mengumpulkan rakyat, agar mereka segera datang ke alun-alun istana untuk mendengarkan berita atau pengumuman dari rakyat mereka. Oleh karena itu, alat ini dijadikan sebagai barang pusaka kerajaan.
Di Malaysia kita juga akan menemukan alat musik yang disebut dengan nafiri walaupun dengan bentuk yang sedikit berbeda. Di negara tersebut alat musik ini dapat kita jumpai untuk mengiringi lagu-lagu daerah dan juga upacara adat. Kita dapat melihat alat ini pada orkestra nobat di Malaysia. Alat musik ini juga digunakan untuk penobatan gelar kebangsawanan. Salah satu orang yang pernah mendapatkan gelar kehormatan Adat di Riau adalah sultan Hamengku Buwono X. Ketika penobatannya berlangsung suara Nafiri bersama dengan Alat musik tradisional lainnya mengiringi acara tersebut di depan sidang Majelis Perapatan Adat Melayu. Alat-alat tersebut digunakan sebagai penanda diangkatnya seseorang sebagai bangsawan. Saat ini fungsi nafiri menjadi lebih berkurang karena hanya digunakan pada acara-acara kerajaan atau perayaan-perayaan yang dilakukan oleh masyarakat melayu.
Menurut kepercayaan orang Melayu Riau, ketika memainkan alat musik ini para pemainnya dirasuki oleh para dewa, mambang, dan peri. Sehingga seolah-olah mereka menyampaikan pesan akan terjadinya bahaya atau kejadian penting lainnya. Oleh karena itu, sebelum ditiup alat musik ini perlu dipusung yaitu diasapi di atas pedupaan. Nafiri ditiup dengan aliran udara yang tidak terputus selama dua atau tiga jam. Pemain Nafiri harus orang yang memiliki napas panjang, sehat badannya, dan memiliki teknik khusus sehingga tidak putus tiupannya. Nafiri ditiup hanya dengan tangan tangan kanan sedangkan tangan kirinya memegang bagian bawahnya.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Nafiri
Langganan:
Postingan (Atom)